Jakarta (Bimas Buddha) -------- Ditjen Bimas Buddha selenggarakan FGD bersama dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Kemenko PMK, Injourney, Tokoh Agama, Praktisi, Perwakilan dari Organisasi Kagamaan Buddha melakukan kajian pemasangan chattra.
Dirjen Bimas Buddha, Supriyadi menyampaikan bahwa pemasangan chattra di Candi Borobudur sebagai amanat dari Rakornas evaluasi percepatan pembangunan Lima DPSP semester 1 dan semester 2 pada tahun 2023.
Menurutnya perlu dilakukan langkah-langkah yang terencana sehingga semua yang terlibat di dalam proses atas kebijakan pemerintah, ini akan dapat bersinergi bersama-sama mewujudkan arahan dari Bapak Presiden sebagai panduan kepada kita semua atas pemasangan chattra di Candi Borobudur.
“Kami dari Kementerian Agama selaku pemohon atau pemakarsa tentu mengharapkan supporting dan dukungan dari semua pihak yang berkepentingan didalam pemanfaatan dan pelestarian serta pengembangan candi borobudur, yang didalam tentu perlu memahami aspirasi berbagai pihak terutama umat Buddha,” ungkap Supriyadi pada Senin (26/02/2024).
Supriyadi berharap Candi Borobudur itu tidak hanya dilihat sebagai monumen atau objek fisik semata tetapi sesungguhnya Candi Borobudur punya makna nilai-nilai yang terkandung di dalam setiap pahatan yang ada di Candi Borobudur dan itulah nilai yang perlu dikembangkan dan disosialisasikan ke masyarakat sehingga semakin bermakna agar setiap orang yang ke Candi Borobudur tidak hanya sebatas mendapatkan pengalaman fisik semata tapi juga mendapatkan pengalaman spiritualitas.
Asisten Deputi Pemajuan dan Pelestarian Kebudayaan Kemenko PMK Andre Notohamijoyo menyebutkan bahwa dalam waktu dekat akan menyelenggarakan pertemuan koordinasi dengan K/L termasuk Kementerian Luar Negeri, Kemendikbudristek dan BRIN terkait dengan pemasangan chatta. Demikian pula dengan diskusi yang lebih intensif dengan pemangku kepentingan lainnya termasuk komunitas masyarakat Buddha.
“Terkait dengan rencana pemasangan chattra ini, tentunya kami akan mengkoordinasikan lintas K/L dan menerima seluruh masukan yang akan ditinjau secara keseluruhan baik itu terkait dengan HIA (Heritage Impact Assesment) maupun yang menjadi pertimbangan status penilaian UNESCO terhadap Borobudur, sehingga bisa memperkuat dasar pemasangan chattra ini,” jelasnya.
Sementara Hetty Herawati dari TWC-Injourney menyampaikan pemasangan chattra sejalan dengan konsep 4 pilar pengelolaan Candi Borobudur yakni konservasi, spiritual, edukasi dan pariwisata. Keempat pilar tersebut akan selalu menjadi dasar pertimbangan, termasuk dalam pemasangan chattra. Konservasi terkait aspek pelestarian sebagai cagar budaya, spiritual terkait aspek pemanfaatannya untuk komunitas buddhist beribadah, sekaligus esensi historis dibangunnya Borobudur oleh dinasti syailendra. Pilar edukasi terkait dengan narasi mengenai chattra yg harus disampaikan pada pengunjung, serta yg terakhir pilar pariwisata terkait penguatan positioning Borobudur sebagai icon Buddhist Dunia (Buddhist Epicentrum) yang akan menarik wisatawan mancanegara.
“TWC dan Injourney mendorong percepatan pemasangan chattra sesuai dengan instruksi Bapak Presiden dan Menteri BUMN, namun kami juga paham bahwa pemasangan chattra harus melalui proses yang benar dan melibatkan seluruh stakeholder terkait, termasuk kajian HIA. Kami mengharapkan ada solusi terhadap polemik keaslian chattra, jangan sampai jadi hambatan bagi terpasangnya chattra,” sebut Hetty Herawati.
Dalam kesempatan FGD Koordinator Tim BRIN, Husen Hasan Basri mengatakan bahwa pihaknya siap untuk melakukan kajian dampak pemasangan chattra di Candi Borobudur, sebagaimana diminta Kemenag, namun masih menunggu respon dari pihak otoritas, yaitu Kemendikbudristek.
“Karena dalam prosedur kajian dampak pemasangan chattra itu harus ada respon atau afirmasi dari pihak Kemendikbud sebagai otoritas. Kami merasa bahwa dalam hal ini Kemenko PMK yang punya tusi membawahi Kemenag dan Kemendikbud untuk melakukan koordinasi dengan kedua kementerian tersebut. Kemudian, kolaborasi dengan BRIN untuk duduk bersama mendiskusikan langkah berikutnya,” ucapnya.
Pemasangan Chattra pada Stupa Induk Candi Borobudur juga mendapat dukungan penuh dari masyarakat Buddha melalui keputusan Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Tingkat Nasional 2024 dan lembaga agama seperti PERMABUDHI, WALUBI, Yayasan Buddha Tzu Chi, Handaka Vijjananda (Pendiri Ehipassiko Foundation) serta Hendrick Tanuwidjaja (Praktisi/penulis buku Borobudur).