Top
    bimasbuddha@kemenag.go.id
+62 811-1001-1809

Beri Efek Filosofis Kuat ke Umat Buddha, Pakar-Akademisi Minta Chattra Segera Dipasang di Borobudur

Jumat, 23 Februari 2024
Kategori : Berita

Jakarta (Bimas Buddha) --------- Menindaklanjuti hasil Rapat Koordinasi Nasional (Rakernas) Kementerian Agama Tahun 2024, Ditjen Bimas Buddha telah melakukan  pertemuan dan koordinasi dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) terkait dengan rencana percepatan pemasangan Chattra pada Candi Borobudur.

Sejumlah akademisi dan pemerhati candi mendorong agar pemasangan chattra atau payung di puncak Candi Borobudur segera diwujudkan. Mereka menilai kehadiran chattra diyakini akan memberikan banyak dampak positif bagi umat Buddha baik di Indonesia maupun dunia. Chattra mengandung banyak makna filosofis yang sangat mendalam melebihi aspek kesejarahan dan arkeologis.

Dorongan para akademisi, sejarawan maupun pengamat tersebut mengemuka dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrebang) Tingkat Nasional 2024 Direktorat Bimbingan Masyarakat Buddha di Jakarta, Kamis (22/2/2024). Hadir dalam diskusi tentang chattra ini antara lain Stanley Khu, dosen Antropologi Universitas Diponegoro Semarang, Prawirawara Jayawardhana (Pemerhati Buddhis Nusantara) dan Hendrick Tanuwijaya (pemerhati Candi Borobudur).

Stanley Khu berpandangan bahwa sekarang sudah tiba waktunya untuk memahami Borobudur tidak hanya sebagai candi dalam konteks historis atau arkeologis.

"Akan lebih bermanfaat untuk juga memahami Borobudur sebagai kuil kebudayaan tempat ornamen-ornamen dan simbol-simbol Buddhis yang diakui secara universal oleh masyarakat Buddhis di berbagai belahan dunia, semisal chattra, dapat bersinergi dengan keseluruhan bangunan monumen tanpa adanya keberatan terkait isu orisinalitas ataupun keilmiahan dari pemasangan chattra di stupa candi," jelas Stanley.

Dengan kata lain, Stanley menilai  Chattra berpotensi untuk secara simbolik mewakili imajinasi kolektif umat Buddhis tentang ruang sakral mereka.

"Patut diingat bahwa dalam tradisi keagamaan manapun, ruang sakral berikut ornamen-ornamen pelengkapnya sebagai aspirasi umat serta bangkitnya kesadaran dan kepedulian pemuda-pemudi Buddhis di Indonesia terhadap isu chattra dan kemungkinan pemasangannya di stupa Borobudur dapat dibaca sebagai kebutuhan mendasar umat beragama untuk membayangkan sebuah cara hidup ideal yang bajik dan bermakna, baik bagi diri mereka maupun pihak lain, " terangnya.

Sementara menurut Prawirawara Jayawardhana, chattra memiliki catatan sejarah dan dasar filosofi yang sangat jelas serta mendalam di dalam Buddhisme. Keutamaan itu terbukti baik menurut tradisi teks Pali maupun Sanskrit, maupun Sutrayana dan Tantrayana.

“Konsep payung sebagai pelindung bagi makhluk-makhluk suci, bisa ditemukan antara lain mulai dari Mucalindasuttam, hingga Lalitawistara Sutra, Gandawyuha Sutra, Karmawibhangga Sutra, Jatakamala hingga berbagai kisah di dalam Awadana. Dan kebetulan sekali pula, Candi Borobudur menyimpan catatan atas sutra-sutra tersebut dalam bentuk ukiran-ukiran relief di dindingnya,” terang Prawirawara.

Dia menyoroti selama ini, polemik pemasangan chattra hanya dibahas dari satu sisi keilmuan arkeologi. Menurut dia,  sudah saatnya jawaban atas polemik ini juga dicari dari sisi filosofis Buddhisme itu sendiri karena pada dasarnya Candi Borobudur itu adalah dibangun berdasarkan filosofi Buddhisme.

“Oleh karena itu, pemasangan chattra pada stupa utama Candi Borobudur adalah sesuatu yang sangat bisa dipertanggungjawabkan dari sisi Buddhisme. Kemudian setelah dipasang, juga ada satu hal yang tidak boleh dilupakan yaitu upacara untuk meng-abhiseka ulang Candi Borobudur secara paripurna dengan chattra yang baru dipasang tersebut.  Dan ini tentunya harus dilakukan berdasarkan prosedur yang bisa dipertanggungjawabkan dan bisa ditelusuri keabsahan silsilahnya hingga ke Sang Buddha dan memiliki akar budaya bangsa Indonesia sendiri,” sebutnya. 

Sedangkan Hendrick Tanuwijaya menyampaikan chattra adalah simbol dari 'cakrawatin' atau pemimpin yang bisa menyejahterakan rakyatnya secara duniawi dan spiritual. Menurut dia, kalau chattra terpasang maka akan menjadi spirit kuat dalam rangka menyongsong Indonesia Emas 2045. "Kita akan menjadi anak muda emas dalam istilah Buddhis kita sebut Cakrawatin Emas menuju kejayaan," ujarnya.

Dengan menaikkan chattra di Candi Borobudur, tandas Hendrick, sejatinya menjadi simbol tekad umat untuk mencapai cita-cita Indonesia emas. Karena kita perlu simbol kita perlu barang yang nyata. Dan dengan dipasangnya chattra melambangkan bahwa Borobudur kembali bukan monumen mati namun monumen hidup yang bisa digunakan dan juga sebagai pusat peradaban.


Sumber
:
Humas Buddha
Penulis
:
Budiyono
Editor
:
Budiyono

Berita Terkait