Jakarta (Bimas Buddha) -------- Hari ini Ditjen Bimas Buddha kembali melakukan Focus Group Discussion (FGD) ke empat dengan melakukan konsolidasi dan menyiapkan rencana serta drafting kunjungan ke lapangan tanggal 18 sampai dengan 22 Maret 2024.
Diskusi dihadiri oleh Tim Ahli dari Pusat Arkheolog Prasejarah dan Sejarah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Irfan Mahmud bersama dengan beberapa peneliti, pakar dan praktisi serta Tim Pemanfaatan Candi Borobudur Ditjen Bimas Buddha.
Dalam kesempannya Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Buddha, Supriyadi menyampaikan Ditjen Bimas Buddha sudah berkali-kali melaksanakan komunikasi dengan BRIN dalam rangka memujudkan arahan Bapak Presiden yang disampaikan dalam rapat dengan Bapak Menteri Agama dan Menteri lainnya terkait dengan 5 DPSP dan juga pembahasan tatakalola serta perubahan tatakalola kawasan Candi Borobudur.
“Dalam rapat mengedepankan perlakuan yang berbeda terhadap 5 DPSP khusus di Candi Borobudur yang tidak hanya mengedepankan dari sisi pariwisata tapi juga mengedepankan tentang spiritualitas yang ada di Candi Borobudur,” ungkap Dirjen pada Kamis (14/03/2024).
Supriyadi juga menyebut bahwa beberapa pertemuan dengan ruwat-rawat, dalam pembahasan tetap mengedepankan nilai spiritualitasnya. “Artinya bahwa di antara komunitas pengiat budaya salah satu dengan ruwat rawat, berkaitan dengan spiritualitas yang ada di Candi Borobudur,” jelasnya.
Sementara salah satu tim ahli, Irfan Mahmud, menyebut pertemuan hari ini untuk melakukan riview terhadap pendekatan yang sudah digunakan dan mencoba melakukan pendekatan rekontrusionisme dengan melihat secara holistik tidak hanya material dan arkheologinya tetapi dari sisi keilmuan, sisi kebutuhan serta spiritualitas.
Terkait pelaksanaan rencana jadwal kajian dampak di lapangan `Irfan Mahmud menyebut akan menguatkan dari segi arkheologi untuk melihat kembali berbagai bahan atau bata-bata yang sudah tersedia dan mencoba meyelaraskan apa yang kemudian bisa bersinergi untuk mendukung satu gagasan menjadikan chattra sebagai salah satu icon di Candi Borobudur.
“Kami akan mencoba mempertemukan pandangan dari berbagai aspek, kemudian melihat bagian-bagian yang bisa melihat kemungkinan untuk disepahami, tentu ada berbagai diskusi nantinya dari berbagai kalangan,” pungkasnya.
Pakar / praktisi Agama Buddha Hendrick Tanuwidjaja berpandangan bahwa pemaknaan chattra yang akan terpasang pada stupa induk Candi Borubudur akan mempunyai nilai spiritual dan terdiri dari beberapa lapisan sesuai dengan Tripitaka (kitab suci ajaran Buddha).
“Chattra terbaik terdiri dari tiga belas lapis tingkatan, sepuluh lapis di bawah melambangkan sepuluh tingkatan pencerahan bodhisattva, tiga lapis teratas melambangkan tiga kesadaran Buddha yang damai dan tentram. Puncak payung di atas tiga belas lapis tersebut melambangkan welas asih yang mengayomi semuanya,” ucapnya.
Selanjutnya Tim gabungan dari BRIN dan Ditjen Bimas Buddha telah menetapkan jadwal untuk berkoordinasi dengan tokoh agama Buddha dan melakukan penelitian lapangan sesuai dengan hasil diskusi yang telah dilakukan.