Banyuwangi (Bimas Buddha) ------------ Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Buddha, Supriyadi menyampaikan bahwa Ditjen Bimas Buddha senantiasa memberikan rambu-rambu kepada setiap umat Buddha Indonesia dalam hal mempraktikkan ajaran yang diyakininya bukan hanya sekadar ajaran yang menjadi pengetahuan semata tetapi ajaran yang wajib untuk dipraktikkan sehingga menjadi karakter dalam kehidupannya.
Hal tersebut disampaikan Supriyadi saat hadiri Kirap Puja dan Asalha Puja 2568/2024 sebagai puncak acara Banyuwangi Tipitaka Chanting (BTC) III, bertempat di Pelataran Candi Manggala, Dusun Siderejo, Desa Yosomulyo, Kecamatan Gambiran Banyuwangi, Jawa Timur pada Sabtu (3/8/2024).
Ditjen menyebut bahwa dalam perjalanan kegiatan keagamaan kita bisa bertemu, kita bisa membangun persahabatan, kita bisa membangun kerukunan.
“Saya mencoba mengamati menyelami dari aktivitas yang kita lakukan pada sore hingga pada malam hari ini tampak apa yang disampaikan oleh Pak Camat bahwa kehidupan masyarakat Banyuwangi khsususnya di Kecamatan Gambiran ini telah menggambarkan sebuah harapan-kehidupan yang sangat-sangat rukun dan sangat-sangat harmonis dalam kehidupannya terbukti dalam perjalanan kami melihat didepan rumah tersedia tempat yang diatasnya ada air minum ataupun sekedar makanan dan dituliskan silahkan artinya bahwa penerimaan atas setiap perbedaan telah menjadi karakter dari seluruh masyarakat khususnya di Kecamatan Gambiran Kabupaten Banyuwangi,” ungkap Dirjen.
Selanjutnya Dirjen menggarisbawahi pentingnya sebuah ajaran yang kita yakini sebagaimana yang telah Buddha sabdakan dalam Kitab Dhammapada “Manakala dalam perjalanan kita menemukan sahabat yang baik maka berjalanlah bersamanya untuk bisa meraih kebajikan dan kebijaksanaan ini memberikan sebuah penguatan bahwa berjalan bukan berarti hanya kita mengutip dalam kata perjalanan melangkahkan kaki, tetapi juga perjalanan dalam kehidupan hingga pada kesempatan yang baik,” jelasnya.
Dalam kotbahnya Bhante Dhammasubho Mahathera sampaikan bahwa Asadha 2568 kali ini berbeda, sejak mengenal Banyuwangi 40 tahun lalu. “Tipitaka Chanting selama 3 hari dan dilaksanakan kirap puja atau pradaksina. Selain itu Asadha kali ini yang dimulai dari Tipitaka Chanting juga bertepatan dengan menyongsong hari Proklamasi Kemerdekaan RI jadi kita juga mendoakan untuk bangsa Indonesia,” kata Bhante.
Berkaitan dengan Candi Manggala yang digunakan sebagai tempat Asadha, Bhante menjelaskan ada tiga candi yang dikenal dalam tradisi Buddhis. Yang pertama candi untuk menyimpan abu, yang kedua candi untuk meditasi, candi untuk melakukan pujabakti masal yang biasanya mempunya 4 pintu seperti Candi Borobudur, dan ada satu lagi yang biasanya candi yang biasa digunakan untuk melaksanakan kremasi yang mempunyai permukaan yang datar seperti Candi Penataran di Blitar.
Camat Gambiran Bambang Suyono dalam sambutannya meminta agar masyarakat menyebarkan melalui medsos masing-masing tentang kegiatan-kegiatan positif seperti ini agar orang lain tahu tentang gambiran.