MAGELANG - Ada pemandangan tak biasa di pelataran timur Candi Borobudur, Kabupaten Magelang sejak Jumat (4/7/2025) pagi. Di area Taman Lumbini, tampak empat kereta kencana yang begitu megah. Warnanya yang kuning keemasan dengan ukuran cukup besar membuatnya lebih mencolok dalam Indonesia Tipitaka Chanting (ITC) 2025.
Pengunjung Borobudur pun banyak terkagum-kagum. Tak sedikit dari mereka yang mendekat, mengamati cermat dan akhirnya berfoto demi tak ingin terlewat dengan pemandangan yang begitu memikat itu.
Empat kereta kencana tersebut memang sengaja dipamerkan di Taman Lumbini oleh Sangha Theravada Indonesia (STI) yang sejak Jumat hingga Minggu (4-6/7/2025) tengah menggelar event internasional, yakni Indonesia Tipitaka Chanting (ITC). Sebagai bagian kegiatan spiritual untuk merayakan Hari Ashada, ITC 2025 sengaja disemarakkan dengan hadirnya kereta kencana yang menjadi simbol atas keluhuran ajaran-ajaran Sang Budhha.
Dua kereta kencana dipamerkan di sisi selatan arena ITC, yakni Dhammacakka dan Tipitaka. Dua lainnya di selah barat ITC yaitu Mahadhatu dan Stambha Vijaya. Kereta itu dipasang di atas panggung berkarpet merah dengan ukuran besar. Panjang karpet ada yang 8 meter, ada yang 7 meter. Adalah lebar rata-rata 3 meter.
Tipitaka dan Mahadhatu telah dibuat cukup lama, yakni masing-masing pada 2019 dan 2023. Sedang Dhammacakka dan Stambha Vijaya dibuat khusus untuk merayakan Ashada tahun ini.
Menariknya di tiap kereta kencana memiliki pesan dan kandungan ajaran Buddha yang mendalam. Bahkan khusus di Kereta Kencana Stambha Vijaya, telah terpatri prinsip-prinsip kerukunan umat beragama. Kereta ini juga dikenal dengan sebutan lain Pilar Wijaya. Dan, Maklumat Kerukunan Umat Beragama diketahui terukir di salah satu pilar Asoka tersebut.
Pilar Asoka ini sangat mencolok karena warnanya yang perak terang sehingga kontras dengan warna keemasan yang mendominasi kelir kereta kencana. Di ujung paling atas pilar setinggi sekitar 5 meter itu, dilengkapi dengan patung singa dengan posisi duduk bersiaga. Di bagian dasar, pilar Asoka juga diapit dua patung Raja Asoka yang berbalut baju kebesaran dilengkapi dengan sayap burung perkasa. Sementara di bagian terdepan, patung burung Merak terpasang tampak memukau dengan sayapnya yang mengepak lengkap. Empat roda karet berwarna hitam melengkapi keanggunan kereta ini.
"Kehadiran burung Merak atau dalam bahasa Pali disebut Mora atau Mayura ini sering ditafsirkan sebagai Dinasti Maurya yang merupakan asal Raja Asoka," sebut Bhikku Sri Subhapanno Mahathera saat menjelaskan makna Stambha Vijaya.
Sementara di papan informasi yang dipasang di samping kereta kencana, dijelaskan pula bahwa burung Merak ini juga dimaknai kelahiran yang lampau Boddhisatta Shidattha atau Sang Shiddarta Gautama sebelum mencapai pencerahan menjadi Sang Buddha. Burung Merak juga bermakna Mora Paritta atau syair-syair berisi tentang perlindungan.
Ketua Pelaksana ITC 2025 Tonny Coason juga menjelaskan bahwa ada ajaran sangat mendalam dari Sang Buddha akan pentingnya hidup rukun dan menebarkan rasa toleransi tinggi antarpemeluk keyakinan seperti tercermin dalam Kereta Kencana Stambha Vijaya. Seperti tertulis dalam Pilar Asoka diterangkan bahwa Sang Buddha mengajak seluruh umatnya untuk tidak merendahkan kepercayaan orang lain yang berbeda. Hal ini ditegaskan Sang Buddha lewat ajarannya "Kalau kita bisa menghargai agama kita maka kita juga harus menghargai agama orang lain".
"Ini sesungguhnya menjadi pesan moral yang begitu kuat dan mendalam untuk bisa dipedomani umat Buddha," ajaknya.
Kehadiran Kereta Kencana Stambha Vijaya pun, ungkap Tonny, menjadi kelegaan tersendiri. Sebab, pembuatan patung ini adalah impian besar umat Theravada sejak lama. Kereta-kereta ini juga simbolisasi atas Triratna atau Tiga Perlindungan yang menjadi dasar kepercayaan sekaligus pedoman dalam praktik Buddhis. Yakni Buddha, Dhamma (ajaran Buddha) dan Sangha (komunitas Bhikku-Bhikkuni).
Tonny menceritakan, pembuatan kereta-kereta kencana seluruhnya didesain khusus oleh Bhante Sri Phannavaro Mahathera. Desain ini kemudian direalisasikan para seniman di Sanggar Nakula Sadewa di bawah supervisi I Nyoman Alim Musthapa. Uniknya, bahan kereta kencana ini sangatlah istimewa lantaran tidak terbuat dari kayu atau bahan sintetis semacam plastik. Seluruhnya berbahan logam mulia sehingga tampak kokoh dan awet. Beratnya pun rata-rata lebih dari 2 ton seperti Mahadhatu yang mencapai 2,5 ton.
Kehadiran kereta kencana ini menjadi kemajuan tersendiri bagi umat Buddha di Indonesia. Sebab tidak banyak umat di negara lain yang memilikinya sehingga membuat banyak orang tertarik.
"Meski kereta ini menjadi simbol atas ajaran-ajaran Buddha secara universal, namun kita sesuaikan juga dengan budaya lokal," jelas Tonny yang menjelaskan bahwa pada Minggu (6/7/2025) sore, empat kereta kencana turut diarak dari Candi Mendut ke Borobudur dalam prosesi Pujayatra.
Bagi para peserta ITC, kehadiran empat kereta kencana juga menjadi nilai tambah tersendiri selain mereka membaca sutta-sutta Tipitaka selama tiga hari. Jayakusalo, samanera asal Dhamajaya Surabaya misalnya yang sangat kagum karena ada banyak pelajaran yang terkandung dalam tiap kereta.
"Kereta ini menjadi pengetahuan baru yang memperkuat akan ajaran Buddha dan sekaligus kagum karena bentuknya yang indah," kata Jayakusalo yang tengah melihat bersama dua rekannya, Andro dan Kyoma.