Jakarta (Humas Buddha) ----------------- Pelaksanaan Sosialisasi Penguatan Moderasi Beragama, dengan narasumber Lukman Hakim Saifuddin (LHS) mengulas tentang pentingnya memahami Moderasi Beragama.
Menurut Lukman istilah moderasi beragama sudah relatif bisa dipahami bahwa yang dimoderasi itu cara kita beragamanya bukan agamanya.
“Jadi bukan agamanya yang dimoderasi tapi cara kita memahami agama, cara kita mengamalkan agama itu yang di moderasi, jadi beragama bukan moderasi agama bukan moderasi budaya tidak perlu ajarannya di moderasi,” terangnya.
Lukman menambahkan moderasi beragama itu sebenarnya sederhana saja ini sebuah proses, sebuah upaya ikhtiar usaha bagaimana agar kita sebagai umat beragama kalau memahami ajaran agama, kalau mengamalkan ajaran agama itu jangan berlebih-lebihan, jangan melampaui batas karena berlebihan dan melampaui batas itulah yang dikatakan ekstrim maka agar tidak menjadi ekstrim perlu di moderasi.
“itu masalahnya jadi bukan agamanya karena agama pastilah benar karena agama datang dari yang maha sempurna, yang maha benar, maha segala tapi kita cari cara untuk kita memahami, cara kita mengamalkan ajaran agama ini udah moderat atau belum karena satu dan lain hal lalu kemudian menjadi ekstrim dan menjadi berlebih-lebihan melampaui batas,” tutunya Lukman.
LHS juga menjelaskan cara pandang menyikapi keragaman.
“Lahirnya keragaman menjadikan cara pandang menyikapi ajaran agama ini kemudian melahirkan paham keagamaan yang beragam-ragam di antara keragaman terjemahan atau tafsir keagamaan diantara keragaman itu ada yang satu dan lain, hal itu terlalu berlebih-lebihan, terlalu melampaui batas, inilah yang sebenarnya mau dihindari karena ketika berlebihan dan melampaui batas, lalu kemudian menjadi ekstrim ini yang ingin di moderasi,” lanjut LHS.
Kepada peserta Lukman menyampaikan inti toleransi, menurutnya inti toleransi itu dua yakni kemauan dan kemampuan mau dan mampu untuk menghargai dan menghormati perbedaan yang ada, pada pihak lain terkadang atau seringkali kita enggan sulit menghargai dan menghormati orang lain, perbedaan yang ada pada pihak lain karena kita punya cara pandang, pemahaman dan punya pengertian bahwa kalau saya menghargai dan menghormati perbedaan pada pihak lain, itu artinya saya menyetujui, itu artinya saya membenarkan, perbedaan yang ada pada pihak orang lain sesuatu yang tidak seperti itu sebenarnya makna toleransi itu jadi penghargaan dan penghormatan terhadap yang berbeda, itu sama sekali bukan berarti tidak identik dengan persetujuan atau pembenaran.
Sebagai contoh saya tidak suka makanan pedas, bagi saya makanan yang nikmat tidak pedas, tapi ada orang lain yang justru sebaliknya menyukai makanan yang pedas, justru makanan itu haruslah menghormati teman saya yang suka pedas, saya tidak hanya sekedar menghargai menghormati yang suka makanan pedas, tapi bukan berarti saya membenarkan bahwa makanan yang enak itu makanan pedas, bagi saya tetap saja makanan yang enak itu yang tidak pedas. Tapi saya menghormati dan menghargai, bukan berarti saya menyetujui, membenarkan bahwa makanan yang pedas itu enggak nikmat.
Jadi kalau di simpulkan toleransi itu cara pandang mindsite yang harus diubah dan memaknai serta memahami, menghargai dan menghormati, kemudian menjadi ukuran atau indikator dan batasan apakah seseorang dapat berfikir moderat atau ekstrim dalam kehidupan kita.