Jakarta (Bimas Buddha) -------- Direktur Jenderal Bimas Buddha Kementerian Agama (Kemenag) Supriyadi memiliki terobosan baru untuk memberdayakan ekonomi umat. Supriyadi mengorkestrasi para penyuluh agama Buddha untuk terjun langsung ke tengah-tengah masyarakat guna melakukan pendampingan kepada umat dari golongan lemah atau miskin. Dari strategi ini, Supriyadi menargetkan nanti akan tercipta karakter umat yang hebat, etos hidup yang kuat serta mampu bangkit dari kemiskinan.
“Ini adalah program yang sangat terintegratif dalam rangka memberdayakan umat Buddha yang lemah. Mereka harus kita bantu bangkitkan mulai mindset, etika, kedisiplinan hingga tercipta semangat untuk berdaya lebih kuat lagi,” ujar Supriyadi di Jakarta, Senin (22/9/2025).
Supriyadi menilai, pemberdayaan umat Buddha oleh Kemenag ini perlu segera dilakukan sebagai tanggung jawab negara kepada warganya. Menurutnya selama ini pengentasan kemiskinan seringkali hanya dimaknai sebatas beasiswa, seperti Program Indonesia Pintar (PIP), Kartu Indonesia Pintar (KIP) atau berbagai bentuk bantuan sosial (bansos).
Supriyadi juga menjelaskan, langkah memberdayakan umat Buddha ini sejatinya juga bagian dari Asta Protas (Delapan Program Prioritas) oleh Kemenag di bawah koordinasi Menteri Agama Nasaruddin Umar. Dalam Asta Protas tersebut, Menag antara lain menekankan pentingnya layanan keagamaan yang berdampak dan pemberdayaan ekonomi umat.
Selain itu, pemberdayaan ini juga selaras dengan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 8 Tahun 2025 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Pengentasan Kemiskinan dan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem. Untuk memberdayakan umat Buddha tersebut, tandas Supriyadi, pihaknya antara lain akan mengoptimalkan pemanfaatan dana sosial Paramita Buddha.
“Di lapangan, saya mengajak para penyuluh terutama di wilayah Banten dan Jakarta untuk bisa mendampingi umat agar perlahan bisa semakin berdaya. Posisi penyuluh ini adalah sebagai fasilitator agar mereka berdaya. Untuk itu saya berharap penyuluh bekerja totalitas karena ini bagian dari piloting project sebelum dikembangkan ke lokasi yang lebih luas,” terang Supriyadi.
Selain melibatkan puluhan penyuluh agama Buddha, pihaknya juga menggandeng Yayasan Karakter Eling Indonesia untuk membantu dalam pendampingan umat. Sebelum diberdayakan dari aspek ekonominya, menurut Supriyadi, umat lebih dahulu akan ditata karakter dan etosnya. Dengan mengusung slogan “Produktif, Integrasi, Sinergi, Mandiri dan Akuntabel” (PRISMA UMAT), program ini bertujuan menempatkan karakter dan etos umat menjadi pondasi yang kuat sebelum mereka bisa menapaki kehidupan yang lebih mandiri.
Ketua Yayasan Karakter Eling Indonesia Yusri Heni mengatakan, untuk membangun karakter, etos dan ekonomi yang berdaya atau lepas dari kemiskinan, peran keluarga sangat vital. Sebab dari ruang keluarga sejatinya diajarkan untuk terbiasa dengan hidup positif, bersemangat dan disiplin.
“Pertama adalah dari keluarga, kemudian pendidikan, dan masyarakat. Nah di sini untuk umat Buddha kita ajak berdaya dengan memulai dari keluarga. Kita sangat mendukung karena ini juga menjadi pilot project Kementerian Agama melalui Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Buddha,” jelasnya.
Hal senada jelaskan oleh Pembina Yayasan Karakter Eling Indonesia Melly Kiong. Melly menyebut bahwa pendidikan karakter berawal dari keluarga dengan menata pola pikir (mindset) serta perilaku sehari-hari menjadi lebih baik. Karakter yang baik antara lain diwujudkan dengan kuatnya etos kerja, gotong royong dan berintegritas.